Hipno-Parenting - Klinik Hipnoterapi Keluarga

Kisah berikut ini tidak bermaksud memberikan jaminan kepastian keberhasilan terapi pada setiap kasus, hasil terapi bisa bervariasi pada setiap orang.
F, seorang anak lelaki berusia 4 tahun yang mulai bersekolah di sebuah preschool, dikeluhkan ibunya karena sulit sekali berpisah dari ibunya. Setiap hari sekolah adalah mimpi buruk, karena F akan mulai menangis & berteriak jika akan ditinggal oleh sang ibu. Akibatnya sang ibu harus selalu ikut duduk di dalam kelas sampai jam pulang. Hal tersebut berlangsung terus selama 6 bulan dan menjadi sorotan & keberatan dari pihak sekolah, karena dikhawatirkan menjadi contoh yang kurang baik bagi anak-anak & orang tua yang lain. Apabila sang ibu nekad mencoba meninggalkan F sendirian, F akan langsung menangis histeris tanpa bisa ditenangkan oleh para gurunya dalam waktu yang cukup lama sehingga akhirnya mengganggu jalannya kelas secara keseluruhan. Dalam sesi terapi, ditemukan berbagai faktor yang bisa menjadi sumber masalah emosional F yang sangat merasa tidak aman jika tanpa ibunya. Latar belakang perpecahan keluarga yang membuat sang ibu merasa khawatir F akan diambil oleh keluarga suaminya membuatnya sering kali menasehati F dari kecil untuk selalu bersama ibunya, karena hanya ibunya yang paling menyayangi dan melindungi dia. Pada F, saya ‘memindahkan’ rasa tenang & kenyamanan yang dirasakannya selama ini jika bersama ibunya ke sebuah boneka kecil tokoh superhero kesayangannya, yang bisa dikantonginya pada saat ke sekolah. Teknik ini sebenarnya adalah sebuah hypnotic anchor sederhana. Pada ibunya juga dilakukan beberapa edukasi untuk melakukan hypnosleep, dan penggunaan kata-kata yang tepat dalam melakukan sugesti pada F. Tidak lama setelah itu, F mulai memperoleh keberanian untuk bersekolah dan beraktivitas tanpa sang ibu, dan setelah 1 minggu sudah bisa untuk bersekolah sendiri seperti rekan-rekannya yang lain.
Ibu V mengeluhkan anaknya laki-lakinya, C (9 tahun) yang selalu pas-pasan dalam prestasi belajarnya. C juga dikeluhkan tidak memiliki motivasi untuk belajar dan cenderung tertidur dalam kelas ataupun les pelajarannya. Dari informasi yang diberikan, C gemar sekali bermain video game dari kecil dan memiliki jadwal les yang ketat setiap hari (terutama les pelajaran untuk ‘membantu’ meningkatkan nilai-nilainya) bahkan hingga malam hari. Dari sesi privat saya dengan C, ternyata C adalah anak yang cerdas dan mempunyai semangat & energi yang cukup tinggi, sama sekali berbeda dengan impresi yang diberikan di awal. Yang menjadi masalah di sini adalah tangki cintanya yang kosong (baca artikel mengenai Tangki Cinta) sehingga membuat dia lebih suka (tanpa ia sadari) mendapatkan nilai jelek karena dengan demikian ia akan memperoleh perhatian/cinta dari orang tuanya. Persepsi C mengenai dirinya sendiri juga tidak baik, ia sama sekali tidak merasa dirinya cukup cerdas, alasannya karena orang tuanya beberapa kali berkata seperti itu padanya makanya ia harus diikutkan banyak les pelajaran. Melalui berbagai permainan yang dia sukai, terapi dilakukan dengan memasukkan beberapa sugesti pada C untuk mengubah persepsinya tersebut. Seorang anak yang merasa dirinya tidak cukup cerdas tidak akan berhasil menjadi cukup cerdas. Kepada orang tuanya pun dilakukan berbagai edukasi, terutama mengenai konsep cara kerja pikiran dan kata-kata apa yang harus sering digunakan untuk menanamkan motivasi positif dan mana yang harus dihindari untuk dikatakan pada C. Juga disarankan untuk mengatur waktu yang boleh digunakan untuk bermain video game dan mengurangi jumlah les yang harus ia ikuti, dan sebaliknya meminta sang ayah untuk lebih sering terlibat untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran pada C (untuk mengisi tangki cinta). Hasilnya C perlahan-lahan mulai berubah, menjadi lebih bersemangat dalam belajar dan dengan sendirinya meraih nilai-nilai yang semakin